Sabtu, 02 Januari 2010

GAMBARAN KUALITAS FISIK AIR BERSIH DI DESA DUDEPO KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

A. Latar Belakang
Di Indonesia sumur gali merupakan cara pengambilan air tanah yang banyak dimanfaatkan pada daerah pedesaan karena mudah pembuatannya dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan yang sederhana dan biaya yang murah. Sumur gali dibuat oleh masyarakat dengan diameter 1 – 2 meter. Sumur gali ini pada umumnya dibuat adalah untuk mengambil air tanah bebas sehingga sangat dipengaruhi oleh musim.
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini, bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan sumber air minum. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar, maka alangkah baiknya air tersebut dimasak dahulu sebelum diminum.
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat dan pengawasan kualitas air pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisik, kimia, mikrobiologi maupun radioaktif. Berdasarkan monitoring Direktorat Penyediaan Air Dirjen PPM dan PL Depkes RI (1990), selama dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa kualitas bakteriologi air di Indonesia semakin menurun, baik dari perpipaan (PDAM) maupun dari sarana air bersih lainnya.
Seminar pengkajian kebijakan strategi pengembangan sumber daya air jangka panjang di Indonesia tahun 1991, menyatakan ada beberapa masalah yang dihadapi dalam penyediaan air bersih untuk permukiman antara lain :
1. Peningkatan kebutuhan air untuk pemukiman perkotaan belum dapat diimbangi dengan kemampuan yang cukup untuk menyediakan.
2. Kapasitas produksi terpasang yang sudah cukup relatif karena belum terpasangnya jaringan distribusi secara lengkap, selain masih tingginnya kebocoran dengan perkiraan berkisar 30 – 40 %.
3. Untuk mendapat air baku sebagai air bersih sangat sulit karena sebagai besar sumber air baku yang tercemar, baik oleh air limbah rumah tangga maupun industri, sebagai akibat dari pencemaran tersebut biaya produksi air bersih menjadi tinggi dan tarif yang dikenakan kepada masyarakat menjadi relatif mahal.
Pemenuhan kebutuhan air bersih di dari rumah tangga dai tahun ketahun mengalami peningkatan. Sebagian besar (36,54 %) masyarakat pedesaan di Indonesia memanfaatkan sarana air bersih berupa sumur terlindung, (18,59 %), sumur tidak terlindung dan (11,65 %) mata air terlindung. Dari 19 propinsi yang mengirimkan laporan hasil pemeriksaan bakteriologis sampel air bersih hanya 67,76 % diantaranya dinyatakan memenuhi syarat baktriologis sedangkan kualitas air bersih secara fisik tidak dilaporkan. (Argadireja, 2001).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo bahwa tahun 2000 menunjukan jumlah sumur gali sebanyak 298.818 (58,69%). Dengan hasil pemeriksaan terhadap kualitas fisik air bersih dari 994 sampel yang diperiksa 870 sampel (90,25 %) memenuhi syarat. Sedangkan di Kabupaten Gorontalo Utara jumlah sumur gali pada tahun yang sama sebanyak 213.159 (83,10 %). (Profil Kesehatan Gorontalo, 2001)
Dari wawacara yang dilakukan penulis dengan petugas sanitasi di Puskesmas Anggrek diperoleh informasi bahwa kualitas fisik air bersih yang dimanfaatkan di Desa Dudepo Kecamatan Anggrek belum Memadai
Berdasarkan hasil pengamatan pada studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Mei 2009, dari 273 kepala keluarga di Desa Dudepo ternyata hanya sebagian kecil yang telah memiliki sumber air minum yang layak di konsumsi dan sebagian besar belum memilik sumber air minum.
Air merupakan bagian dari lingkungan fisik, yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia baik kebutuhan individu sebagai mahluk hidup maupun untuk menunjang pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari seperti : untuk minum, masak, mencuci, mandi, memelihara kebersihan lingkungan maupun keperluan lainnya. Oleh karena itu air harus tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah untuk memperoleh serta memenuhi syarat kesehatan. Atas dasar uraian tersebut penulis merasa tertarik mengadakan penelitian dengan judul “ Gambaran Kualitas Fisik Air Bersih di desa Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan “Seberapa Baik Kualitas Fisik Air Bersih di Desa Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara?”.



C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah memberi gambaran tentang kualitas fisik air bersih di Desa Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kualitas fisik air bersih dalam hal suhu air
b. Untuk mengetahui kualitas air bersih dalam hal warna air
c. Untuk mengtahui kualitas air bersih dalam hal bau air
d. Untuk mengetahui kualitas air bersih dalam hal rasa air
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan atau informasi bagi masyarakat untuk dapat mengenal tentang kualitas air bersih.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan pada masyarakat Desa Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara tentang kualitas air bersih.
3. Untuk mengembangkan wawasan dalam keterampilan yang berguna bagi penulis dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan dimasa datang serta memperoleh pengalaman dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
4. Untuk tambahan ilmu dan sebagai sumber bacaan untuk penelitian selanjutnya

ANALISIS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ( THE TOURISM OF DEVELOPMENT ) TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN WISATAWAN DI PENTADIO RESORT KABUPATEN GORONTALO

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki obyek-obyek wisata yang sangat menarik antara lain: wisata alam, wisata buatan, wisata budaya sejarah dan wisata bahari, telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata. Perkembangan dunia wisata diharapkan akan berdampak pada peningkatan kunjungan wisatawan, hal ini perlu didukung dengan tersedianya fasilitas-fasilitas umum pendukung industri pariwisata, disamping dengan terus memperbaiki obyek dan daya tarik wisata yang akan ditawarkan. Kawasan wisata di Kabupaten Gorontalo sebagai asset pariwisata perlu diperhatikan. Penanganan yang professional atas asset pariwisata ini juga perlu ditingkatkan terutama perencanaan dan penataan yang berwawasan alam dan budaya. Agar obyek wisata dapat dimanfaatkan secara nyata diperlukan modal dan teknologi yang memadai, serta untuk menjaga kelestarianya diperlukan pengelolaan yang efektif agar tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan kawasan dan sosial budaya masyarakat sekitar.
Pemanfaatan jasa lingkungan untuk kepentingan wisata alam, perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan obyek wisata alam yakni konservasi, edukasi, ekonomi, rekreasi dan peran / partisipasi masyarakat. Diharapkan dalam pengembangan obyek wisata tidak hanya melihat pada hasil jangka pendek, tetapi harus melihat pada kelangsungan jangka panjang sehingga perlu perencanaan dan dukungan yang matang tidak hanya dari swasta tapi juga pemerintah dan masyarakat.
Salah satu upaya pengembangan objek wisata adalah dengan memanfaatkan potensi objek wisata itu sendiri. Adapun untuk menemukan potensi objek wisata di suatu daerah orang harus mengacu pada apa yang dicari oleh wisatawan. Umum diketahui bahwa modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yakni: alam, kebudayaan, dan manusia itu sendiri.
Yang perlu diperhatikan dalam pengembangan objek wisata adalah kemampuan untuk mendorong peningkatan kunjungan wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.
Beberapa objek wisata yang berada di Kabupaten Gorontalo antara lain yaitu : Menara limboto, Lapangan golf yosonegoro, Cagar alam hutan nantu, Pemandian taluhu barakati, Cagar alam tangale, Pemandian Air Panas Pentadio Resort yang dijadikan sebagai obyek penelitian.
Obyek wisata Pentadio Resort merupakan salah satu lokasi objek wisata bertaraf internasional di Kecamatan Telaga biru, Kabupaten Gorontalo. Pentadio tepatnya terletak di kawasan Danau Limboto. Selain strategis, tempat ini terlihat sangat menarik.
Fasilitas yang ada di Pentadio Resort ini antara lain: restauran, toko souvenir, kolam renang, pondokan, sauna, air mancur, lokasi pemancingan, dan bak air panas. Dilokasi ini juga terdapat sumber air panas yang mengalir ke Danau Limboto. Dilokasi tersebut pengunjung dapat menyaksikan semburan mata air yang cukup panas sehingga dapat digunakan untuk merebus telur hingga matang. Mereka dapat menikmati siraman air dari sumber air yang cukup hangat yang sangat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit kulit. Disamping itu, kawasan ini juga dilengkapi barbagai macam fasilitas yang bertaraf internasional dan dikelola secara profesional, sehingga para pengunjung dapat melakukan aktivitas santai lainya dengan nyaman, seperti mandi uap, mandi celup, berenang di kolam renang air panas atau di kolam renag air dingin, memancing, dan bersepeda air. Bagi pengunjung yang ingin menyalurkan hobi menyanyi, di lokasi ini juga tersedia pub dan karaoke.
Melihat obyek wisata ini semakin ramai dikunjungi para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara pada tahun 2003, Pemerintah Daerah Gorontalo merenovasi dan melengkapi objek wisata ini dengan berbagai macam fasilitas penunjang yang dapat memanjakan para pengunjung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat di tarik suatu rumusan masalah tentang “Analisis Strategi Pemasaran dan Pengembangan Obyek Wisata (The Tourism Of Development) Terhadap Tingkat Kunjungan Wisatawan Di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo”



C. Masalah pokok
Yang menjadi masalah pokok yaitu: apakah Strategi pemasaran dan pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development) dapat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo.
D. Tujuan
Adapun tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh strategi pemasaran dan pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development) terhadap tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo.
E. Manfaat
1. Membantu merumuskan strategi alternatif dalam penyusunan strategi pemasaran
2. Lebih mengenalkan objek wisata bagi masyarakat luas
3. Menamba wawasan dan cara menganalisa strategi pemasaran dan pengembangan terhadap jasa objek wisata dan mengantisipasi jika terjadi masalah







BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran menurut Kotler didefinisikan sebagai berikut: Manajemen pemasaran adalah analisis perencanaan, penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi.
Boyld (2000, hal 13) mengemukakan bahwa manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.
Siswanto (2001, hal 8) mengemukakan ruang lingkup manajemen pemasaran meliputi :
1. Menyusun rencana atau strategi umum
2. Mengarahkan pelaksanaan rencana atau strategi tersebut
3. Menilai, menganalisa dan mengawasi seberapa jauh hasil rencana atau strategi yang telah dicapai. Sedangkan manajemen pemasaran menurut Stanton (2001, hal 5) yaitu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang di tujukan untuk merencanakan, menentukan harga, dan mendistrbusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada, maupun pembeli potensial.
Dari definisi di atas, manajemen pemasaran dirumuskan sebagai suatu proses manajemen yang meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar, serta mendorong proses pertukaran secara sempurna dan menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu perusahaan, maka faktor pelayanan menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, maka konsep pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut: Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuas kebutuhan debitur merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan ( Assael H, 2000).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil makna bahwa seluruh kegiatan dalam perusahaan harus ditujukan kepada pemuas kebutuhan debitur, sehingga dapat diperoleh laba maksimum dalam jangka panjang, demi kelangsungan hidup perusahaan.
Swastha dalam bukunya ”Asas-asas Marketing” di sebutkan bahwa ada tiga faktor yang mendasari konsep pemasaran, yaitu:
1. Seluruh perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi pada debitur atau pasar.
2. Volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan perusahaan.
3. Seluruh kegiatan perusahaan dalam pemasaran harus dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi. berdasarkan hal tersebut maka konsep pemasaran ini mempunyai hubungan yang erat dengan dengan perkembangan manajemen pemasaran. Sejak terjadinya revolusi industri, manajemen pemasaran telah mengalami beberapa tahap perkembangan yaitu:
1) Tahap orientasi produksi. Pada tahap ini, perusahaan mempunyai masalah utama bagaimana caranya untuk meningkatkan produksi, faktor layanan yang lain dengan harga yang layak agar dapat diperoleh laba yang besar. Konsep yang di anut oleh perusahaan yang berada pada tahap ini adalah konsep produk yang dijual dengan harga yang layak, dan diperlukan sedikit usaha pemasaran agar tercapai penjualan yang memuaskan.
2) Tahap orientasi penjualan. Setelah masalah produksi teratasi jumlah produk menjadi berlimpah oleh karena pangsa pasar terbatas, maka timbul permasalahan bagaimana agar dapat menjual produk-produk yang telah dihasilkan. Perusahaan yang berada pada tahap ini mengatur sebuah konsep yaitu konsep penjualan, yang menyatakan bahwa debitur tidak akan bersedia membeli suatu produk dalam jumlah yang cukup banyak tanpa didorong dengan usaha-usaha promosi yang kuat. Perusahaan yang mengaplikasikan konsep ini lebih mementingkan penjualan daripada kepuasan debitur. Cara seperti ini pada hakekatnya justru merugikan perusahaan sendiri, sebab pembeli marasa tertipu dan kecewa sehingga tidak akan mengulang pembelianya.
3) Tahap orientasi pemasaran. Dengan adanya berbagai perubahan masyarakat yang cepat, kemajuan teknologi yang semakin maju dan rasa jenuhdebitur, maka orientasi penjualan tidak dapa lagi memberikan pamecahan atau jawaban secara keseluruhan terhadap usaha-usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan perusahaan harus lebih meningkatkan kebutuhan dan keinginan debitur. Perusahaan yang demikian ini mengatur organisasi pemasaran, menyatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan perusahaan terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan debitur dan pemberian kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari yang dilakukan oleh pesaing. Jadi konsep pemasaran adalah suatu orientasi pada debitur yang didukung oleh pemasaran yang terpadu dan ditunjukan untuk mencapai kepuasan yang semakin meningkat sebagai kunci terciptanya tujuan perusahaan.
4) Orientasi manusia dan tanggungjawab sosial perusahaan yang berupaya memberikan kepuasan kepada debitur dan kemakmuran masyarakat dalam jangka panjang mengatur konsep pemasaran kemasyarakatan. Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan harus menghasikan kepuasan dabitur dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang sebagai kunci uantuk mencapai tujuan perusahaan yang banyak behubungan dengan masalah penciptaan dan pencapaian faktor hidup yang lebih baik, maka konsep ini dipandang sebagai konsep pemasaran yang baru. Perkembangan masyarakat dan teknologi telah menyebabkan perkembangan konsep pemasaran. Sekarang ini perusahaan dituntut untuk dapat menggapai cara-cara atau kebiasaan masyarakat. Perusahaan tidak hanya berorientasi ada debitur saja, tetapi juga harus berorientasi kepada masyarakat. Dengan konsep pemasaran sosial (Social Market Concept), perusahaan berusaha memberikan kepuasan debitur dan kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang.
B. Pengertian Pemasaran
Pengertian pemasaran dari pendapat beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya berbeda meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat mengenai definisi pemasaran diantaranya dikemukakan oleh (Stanton, 2000 : 112) yaitu: Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu-individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai. (Kotler, 2000, hal 5).devinisi pemasaran itu berpijak pada konsep-konsep inti pemasaran, yakni sebagai berikut :
1. Kebutuhan, keinginan dan permintaan
2. Produk
3. Nilai, biaya dan kepuasan
4. pertukaran, transaksi dan hubungan
5. Pasar
6. Pemasar dan pemasaran.
Menurut Sumarni (2002, hal 261) Pemasaran adalah suatu sistem keseluruan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistrbusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepala pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
H.Nystrom menyatakan bahwa Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
Adapun pengertian pemasaran menurut Philip dan Duncan, Pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen.
Sedangkan menurut Asosiasi Pemasaran Amerika Serikat / American Merketing Association, Pemasaran adalah pelaksanaan kegiatan usaha pedagangan yang diarahkan pada aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen.
Radiosunu (2001, hal 2) mengartikan bahwa Marketing adalah kegiatan manusia yang di arahkan pada usaha memuaskan kainginan dan kebutuhan manusia melalui proses pertukaran. Devinisi tersebut dengan jelas labih ditekankan pada usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya.
Adapun definisi pemasaran menurut Stewart (2002, hal 4) mendefinisikan bahwa pemasaran adalah proses dalam masyarakat dengan mana struktur permintaan akan barang ekonomi dan jasa-jasa diantisipasi, diluaskan, dan dipenuhi malalui konsepsi, promosi pertukaran dan distribusi fisik dari barang-barang dan jasa-jasa tersebut.
Selanjutnya Haward (2001, hal 110) memberikan pengertian pemasaran yang lebih terperinci yaitu :
1. Mendefinisikan, kebutuhan-kebutuhan konsumen.
2. Mengkonseptualisasi kebutuhan-kebutuhan tersebut dihubungkan dengan kapasitas sebuah organisasi untuk memproduksi.
3. Mengkomunikasikan konseptualisasi tersebut kepada pusat kekuatan yang ada pada organisasi yang bersangkutan.
4. Mengkomunikasikan konseptualisasi kepada pihak konsumen.
Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yang perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu.
Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran menentukan keberhasilan perusahaan. Untuk itu kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik.

C. Pengertian Strategi
Konsep ini relevan dengan situasi jaman dulu yang sering diwarnai perang, dimana jendral dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat selalu memenangkan perang. Strategi biasa diartikan sebagai suatu rencana utuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material-material pada daerah-daerah tetentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks bisnis strategi merupakan penggambaran arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu organisasi. Maka strategi adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis, yang mana memberikan kesatuan arah bagi suatu organisasi (Supriyono, 1990).







Gambar. Teknik Perumusan Strategi
D. Pengertian Pariwisata
Secara Etimologis Istilah ”PARIWISATA” berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu ”pari” dan ”wisata”. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti, perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang atau berkali-kali. Orang yang melakukan perjalanan tersebut traveler, sedang orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata disebut tourist.
Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bresifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan antara keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya, alam dan ilmu.
Kemudian pada angka 4 di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata, menjelaskan bahwa pengertian Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Dengan demikian pariwisata meliputi :
1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata.
2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata seperti : kawasan wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah (candi, makam), museum, pagelaran seni dan budaya, tata kehidupan masyarakat, dan yang bersifat alamiah : keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai dan sebagainya.
3. Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata, yakni :
a. Usaha jasa pariwisata (biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran, impresariat, konsultan pariwisata, informasi pariwisata);
b. Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari : akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata, dan sebagainya.
c. Usaha-usaha jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata.
Menurut Yoeti (2000 : 98) dalam bukunya “ Pengantar Ilmu Pariwisata” menyebutkan : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafka ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam”
Richard dalam Marpaung, Bahar (2000, 46-47) menjelaskan definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengansuatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha untuk mencari nafka ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Menurut definisi yang lebih luas yang dikemukakan oleh Kodhyat (2003 : 4) adalah sebagai berikut : pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebaagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Sedangkan menurut pendapat dari Spillane (2001 : 2) mengemukakan bahwa pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tijuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain.
Wahab (2002 : 55) mengemukakan definisi pariwisata yaitu pariwisata adalah salahsatu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cindramata, penginapan dan transportasi.
Roberth dalam Mappi Sung (2001 : 9) memberikan batasan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan ini serta pengunjung lainya.
E. Pengertian Kepariwisataan

Kepariwisataan adalah keseluruhan daripada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendalaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendalaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara.


Undang-undang Republik Indonesia No.9/1990 berisi beberapa pengertian tentang kepariwisataan, yaitu:
1. Wisata adalah suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarekala serta bersiat semantara untuk menikmati suatu tujuan tersebut.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan wisata.
Seorang ahli ekonomi bangsa Australia, Schulalard, dalam Yoeti, (2001 : 105) telah memberikan batasan kepariwisataan sebagai berikut: “Kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitanya dengan kegiatan perekonomian yang secara langsung berhubungan dengan masuknya, adanya pendalaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk suatu kota, daerah atau negara.
Nyoman S.Pendit (2003 : 33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai berkut: Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan-pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat, program program kebersihan atau kesehatan, pilot proyek sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya. Yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan ditengah-tengah industri lainnya.
F. Pengertian Obyek dan Daya Tarik Wisata
Pengertian objek dan daya tarik wisata menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 yaitu yang menjadi sasaran perjalanan wisata yang meliputi :
1. Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti : pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba, dengan tumbuhan hutan tropis serta binatang-binatang langka.
2. Karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air), wisata petualngan, taman rekreasi dan tempat hiburan.
3. Sasaran wisata minat khusus, seperti : berburu, mendaki gunung, gua, industri, dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat ziarah dan lain-lain.
G. Pengertian Wisatawan
Dalam Undang-undang kepariwisataan nomor 9 tahun 2000, wisatawan didevinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian ini, semua orang yang melakukan perjalanan wisata disebut ”wisatawan” apapun tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah ditempat yang dikunjungi.
Menurut IUOTO (Internasional Union of Official Travel Organization) sebagaimana disebutkan dalam Damardjati (2001 : 88) kata tourist atau wisatawan haruslah di artikan sebagai:
1. Orang yang bepergian untuk bersenang-senang (pleasure), untuk kepentingan keluarga, kesehatan dan lain sebagainya.
2. Orang-orang yang bepergian untuk kepentingan usaha.
3. Orang-orang yang datang dalam rangka perjalanan wisata walaupun mereka singgah kurang dari 24 jam.
H. Pengembangan Obyek Wisata (The Tourism Of Development)
Menurut Umar (2005 : 54), bahwa strategi pengembangan adalah setiap usaha untuk memperbaiki pelaksaaan pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang dengan memberikan informasi dalam mempengaruhi peningkatan suatu penerimaan.
Pengembangan obyek wisata ada beberapa macam antara lain :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Menurut Nawawi (2003 : 47), ada 3 pengeritan Sumber Daya Manusia Yaitu:
a. Sumber Daya Manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b. Sumber Daya Manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c. Sumber Daya Manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal didalam organisasi bisnis dan dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Pengembangan Sumber Daya Manusia adalah memperbaiki efisiensi kerja dalam melaksanakan dan mencapai sasaran program yang ditetapkan. Tujuan pengembangan Sumber Daya Manusia dalam pariwisata merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia pengelola obyek wisata seperti pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan, agar dalam suatu pelayanan pariwisata dapat memenuhi kebutuhan pengunjung sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan.
2. Pengembangan Fasilitas
Menurut kamus bahasa Indonesia, pengertian fasilitas adalah sarana dan prasarana untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan dalam suatu pencapaian tujuan yang diharapkan. Pengembangan fasilitas obyek wisata harus benar-benar diperhatikan dan di usahakan seefektif mungkin, agar dapat memenuhi kebutuhan pengunjung.


3. Pengembangan Produk Wisata
Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial) dan jasa alam.
Suwantoro (2007 : 75) pada hakekatnya pengertian produk wisata adalah keseluruhan pelayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai kedaerah tujuan wisata yang dipilihnya dan kembali kerumah dimana ia berangkat semula.
Yoeti (2002 : 211) Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh wisatawan.
b. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan makanan, parkir, transportasi, rekreasi dan lain-lain.
c. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.
Mason (2000 : 46) dan Poewarto (2000 : 46) telah membuat rumusan tentang komponen-komponen produk wisata yaitu :
a. Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas seni.
b. Aksebilitas, yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti organisasi kepariwisataan (travel agent).
c. Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan.
d. Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional.
Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Manfaat-manfaat ini dikomunikasikan dan hendaknya dipenuhi oleh atribut produk. Untuk produk barang, misalnya dalam bentuk seperi mutu, ciri dan desain. Mutu produk menunjukan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya, ciri produk merupkan saran kompetitif untuk membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing, sedangkan desain dapat kegunaan atau manfaat produk serta coraknya. Jadi produk barang tidak hanya penampilan yang diperhatikan, tetapi juga hendaknya ia merupakan produk yang simpel, aman, tidak mahal, sederhana dan ekonomis dalam proses produksi dan distribusinya.
Kotler (2000, hal 3) menyatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar unruk diperhatikan, dibeli, digunakan atau dikonsumsikan, istila produk mencakup banda fisik, jasa, kepribadian tempat organisasi dan ide..
Dari beberapa pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa produk wisata adalah produk yang di desain sedemikian rupa yang dapat ditawarkan kepada pengunjung wisata untuk di beli, di gunakan atau dikonsumsikan, sesuai dengan kebutuhan para pengunjung.
Pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development) perlu diperhatikan dan dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menarik untuk dikunjungi. Beberapa syarat yang dapat dilakukan dalam pengembangan objek wisata yaitu :
a. Obyek wisata tersebut harus mempunyai apa yang disebut dengan ”Something to see” maksudnya harus mempunyai daya tarik khusus, disamping itu juga harus mempunyai atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagai Entertaiments” bila orang datang kesana;
b. Selanjutnya harus mempunyai ”Something to do” selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus pula disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat mereka betah tinggal lebih lama;
c. Kemudian yang harus ada ialah ”Something to buy” terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat masing-masing.
Dari pengertian di atas dapat diberikan gambaran bahwa pengembangan objek wisata merupakan suatu cara untuk memperbaiki objek wisata itu sendiri guna meningkatkan kunjungan wisatawan.

I. Analisa SWOT
Analisa sangat penting untuk mendapatkan gambaran suatu perusahaan mengenai keadaan perusahaan dan dunia usaha pada umumnya. Dengan gambaran ini perusahaan akan dapat menganalisa kemampuanya untuk mencapai prestasi secara maksimal. SWOT menurut Hani Handoko adalah analisis situasi tidak hanya menyangkut suatu aspek oprasional perusahaan, tetapi juga menyangkut segi pemasaran, produksi, personalia, pembelanjaan dan akuntansi atau administrasi serta segi menejerial.





Gambar. Analisa SWOT
(Rakuti,Freddy, 1999).
Menurut Fred R. David (1998) SWOT merupakan alat pencocokan yang penting dalam membantu mengembangkan empat tipe strategi:
1. Strategi SO atau startegi peluang kekuatan menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal
2. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
4. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
Tabel Matriks SWOT
IFAS
EFAS Kekuatan (Streght)
(Daftar Kekuatan) Kelemahan (Weakness)
(Daftar Kelemahan)
Peluang (Opportunity)
(Daftar Peluang) Strategi SO Strategi WO
Ancaman (Threat)
(Daftar Ancaman) Strategi ST Strategi WT

Sumber: Fred R. David (1998)
Keterangan: EFAS(External Factor Analysis Strategy)
IFAS ( Internal Factor Analysis Strategy)
J. Segmenting, Targeting and Positioning
Menurut Kotler (1997) adalah ”merupakan pemasaran mikro yang mana perusahaan menyesuaikan program pemasaran pada kebutuhan dari segmen geografik, demografik, psikografik atau tingka laku yang ditentukan secara sempit”. Bentuk akhir dari pemasaran yang terterah adalah pemasaran yang di sesuaikan yaitu bila perusahaan menyesuaikan produk dan program pemasaran pada kebutuhan pelanggan spesifik atau organisasi pembelian. Perusahaan yang akan beroprasi dalam pasar yang luas menyadari bahwa ia biasanya tidak dapat melayani seluruh pelanggan dalam pasar tersebut. Para pelanggan terlalu banyak, maka perusahaan melakukan segmentasi, targeting dan positioning yang mana harus dilayani oleh produsen.
Segmentasi Pasar Penentuan Pasar Memposisikan
Sasaran Produk/Jasa








Gambar Segmenting, Targeting and Positioning
Sumber: Philip Kotler Marketing Management (1994).
K. Matriks SPACE (Strategic Posisition and Action Evaluation)
Merupakan alat pencocokan yang terdiri dari kerangka kerja empat kuadran yang menunjukan apakah strategi agresif, konserfatif, defensif atau bersaing paling cocok untuk suatu organisasi. Sumbuh matriks SPACE menggambarkan dua dimensi internal (kekuatan keuangan) dan (keunggulan bersaing) serta dua dimensi external (stabilitas lingkungan) dan (kekuatan industri), keempat faktor ini adalah penentu paling penting dari posisi strategi organisasi secara keseluruhan.
+6
+5
+4
+3
+2
+1
0
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5 +6
-1
-2
-3
-4
-5
-6
Gambar Matriks SPACE
Sumber: H. Rowe, R. Madson dan K. Dickel Strategic Management (1982)

L. Analisa PLC (Product Life Cycle)
Seperti halnya dengan manusia, suatu produk juga memiliki siklus atau daur hidup. Siklus hidup PLC ini yaitu suatu grafik yang menggambarkan riwayat produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan ditarik dari pasar. PLC ini merupakan konsep yang penting dalam pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika bersaing suatu produk. Konsep ini dipopulerkan oleh Levitt (1978) yang kemudian penggunaanya dikembangkan dan diperluas oleh para ahli lainya. Ada berbagai pendapat mengenai tahap-tahap yang ada dalam PLC suatu produk. Ada yang menggolongkanya menjadi introduction, growth, maturity, decline dan termination. Sementara itu ada pula yang menyatakan bahwa keseluruhan tahap-tahap PLC terdiri dari introduction (pioneering), rapid growth (market acceptance), slow growth (turbulance), maturity (saturation), dan decline (obsolescence). Meskipun demikian pada umumnya yang digunakan adalah penggolongan ke dalam empat tahap, yaitu introduction (tahap perkenalan), growth (tahap pertumbuhan), maturity (tahap kedewasaan) dan decline (tahap penurunan).
M. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Dalam manajemen marketing kita mengenal adanya marketing mix (bauran pemasaran). Usaha manajemen suatu organisasi marketing untuk mencapai pasaran dilakukan dengan mengkombinasikan dan memobilisasikan sumber-sumber interen dan eksteren dengan menyesuaikan pada kendala unsur lingkungan dalam merumuskan suatu kegiatan marketing. Perpaduan variabel-variabel yang dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan suatu golongan konsumen disebut adonan/bauran pemasaran (marketing mix). Singkatnya, marketing mix adalah suatu kesatuan alat-alat (tools) marketing yang digunakan oleh perusahaan/organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan marketingnya pada pasar sasaran (target market) tertentu Philip kotler (1997). Dasar konsep marketing adalah ”marketing strategis, yang merupakan kombinasi dari variabel-variabel yang dapat dikontrol oleh organisasi/perusahaan”. Marketing mix adalah perpaduan dari variabel-variabel interen yang dapat dikontrol, dimobilisasi untuk mencapai pasar sasaran (segmen) tertentu. Bauran pemasaran sebagai suatu konsep, pertama kali dipelopori oleh Borden sedangkan dalam penerapanya di dunia jasa dilakukan oleh Mac Carthy yang dikenal dengan ”Four Ps” yaitu:
Product, Price, Place dan promotion.
Bauran pemasaran dalam pelaksanaanya memiliki unsur-unsur yang saling terpadu yang mana tidak dapat dipisahkan agar pemasaran yang dilakukan lebih efektif dalam pelaksanaanya. Christopher Lovelock dalam bukunya Service Marketing (2002) menambahkan ”Three Ps” yaitu: People, Proses dan Physical Evidence.






















BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu satuan kerja perangkat daerah di Kabupaten Gorontalo merupakan Dinas yang mempunyai kewenangan dalam mengatur berbagai obyek wisata yang ada di Kabupaten Gorontalo. Salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Gorontalo dan yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini yaitu Pentadio Resort.
Pentadio Resort merupakan salah satu lokasi obyek wisata bertaraf internasional di Kecamatan Telagabiru, Kabupaten Gorontalo. Pentadio tepatnya terletak di kawasan Danau Limboto. Selain strategis, tempat ini terlihat sangat menarik. Untuk meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan pada Pentadio resort, maka dilakukan pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development).
Pengembangan objek wisata yang dilakukan pada pentadio resort antara lain: pengembangan fasilitas, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan pengembangan produk wisata.
Dari ketiga indikator pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development) di atas, maka diharapkan akan mampu meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo.
Apabila di gambarkan dalam suatu skema, maka kerangka konseptual diatas menimbulkan alur pikir seperti yang nampak berikut ini:
Gambar 1. Alur Kerangka Konseptual



















B. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan diatas maka dikemukakan hipotesa kerja sebagai berikut : bahwa dengan adanya strategi pemasaran dan pengembangan obyek wisata (The Tourism Of Development) dapat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo.

















BAB IV
METODE ANALISIS
A. Obyek Yang di Analisis
Lokasi yang dijadikan obyek adalah salah satu obyek wisata yang ada di wilayah Kabupaten Gorontalo yaitu Pentadio Resort.
B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel
a) Variabel independen (X) adalah strategi pemasaran dan pengembangan objek wisata (The Tourism Of Development).
b) Variabel dependen (Y) adalah tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo
2. Definisi Operasional Variabel
a) Strategi Pemasaran dan Pengembangan Obyek Wisata yang dimaksud adalah meliputi: pemasaran dan pengembangan fasilitas, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemasaran dan pengembangan produk wisata.
b) Peningkatan kunjungan wisatawan yaitu rata-rata tingkat kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.


C. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu penggambaran atau pendeskripsian strategi pemasaran dan pengembangan objek wisata di Pentadio resort Kabupaten Gorontalo.




































BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
Pentadio resort adalah salah satu obyek wisata andalan Provinsi Gorontalo. Kata pentadio di ambil dari bahasa gorontalo yang berarti pantai-danau, sedangkan kata resort di ambil dari bahasa inggris yang berarti tempat istirahat. Dinamakan pentadio karena resort ini berada dipinggir danau limboto yang indah dan mempesona itu. Pada awalnya obyek wisata seluas 14 hektar ( 140 ribu meter² ) ini sudah di temukan sejak tahun 1928 dan telah diresmikan oleh pemerintah Belanda yang ditandai dengan sebuah batu peringatan yang sekarang berada di tempat pemandian air panas. Setelah itu selama bertahun - tahun dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk sarana rekreasi dan menyembuhkan berbagai penyakit. Hingga akhirnya pada tahun 2003 mulai dibenahi oleh pemerintah kabupaten setempat dan diresmikan oleh Menkokesra saat itu dijabat oleh Hj. Jusuf Kalla pada tangal 25 Februari 2004. Obyek wisata yang dibangun dengan biaya Rp. 15 Miliar dengan dana APBD Kabupaten Gorontalo merupakan objek wisata yang bertaraf internasional, dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, serta dikelola secara professional.
Objek wisata ini terletak di Desa Pentadio, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo. Lokasinya sangat menarik dan strategis karena terletak dikawasan Danau Limboto. Memang obyek wisata dengan luas 14 ha ini berada di pinggir danau Limboto yang indah menjadi andalan bagi masyarakat setempat maupun wisatawan yang datang. Semoga saja dengan semakin majunya Pentadio Resort dapat memperbaiki keadaan danau Limboto yang mulai mengalami pendangkalan.
Di lokasi ini juga terdapat air panas yang mengalir ke Danau Limboto. Di lokasi tersebut pengunjung dapat menyaksikan semburan mata air yang cukup panas yang mengandung belerang yang dapat digunakan untuk merebus telur hingga matang, selain itu juga pengunjung dapat menikmati siraman air dari sumber mata air yang cukup hangat yang sangat bermanfaat untuk menyembukan penyakit kulit. Di samping itu, kawasan ini juga dilengkapi berbagai macam fasilitas yang bertaraf internasional dan dikelola secara profesional, sehingga para pengunjung dapat melakukan aktivitas santai lainnya dengan nyaman, seperti :
- Jalan akses untuk masuk kelokasi obyek wisata pentadio resort
Jalan akses masuk yang yang bisa dilewati oleh kendaraan roda 4 dan roda 2, langsung dilokasi yang dituju, yang disediakan dengan tempat parkir yang aman.
- Restaurant
Wisatawan yang berkunjung dapat menikmati berbagai jenis menu khas Gorontalo serta beragam jenis minuman dan makanan ringan selain itu pengunjung bisa menikmati hiburan yang telah disediakan.
- Kolam renang air panas
Obyek wisata yang satu ini banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun, mancanegara. Air panas ini berasal dari Danau Limboto.
- Kolam renang dewasa
Kolam renang ini dirancang untuk wisatawan yang datang untuk berwisata dan juga untuk para atlet renang atau yang memiliki minat berenang.
- Kolam renang anak – anak
Kolam renang ini dirancang khusus untuk anak-anak yang ingin berenang atau untuk anak-anak yang mempunyai keinginan untuk belajar berenang.
- Cottage
Cottage ini dirancang dan disesuaikan dengan nuansa alam Danau Limboto. Ada bermacam – macam Cottage dengan harga yang bervariasi yang disesuaikan dengan banyaknya orang yang akan beristrahat ditempat tersebut.
- Sauna
Tempat mandi ini bersifat pribadi, yang disediakan bagi siapa saja, disini seseorang dapat menikmati terapi air panas yang mengandung belerang yang diyakini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
- Air mancur
Dirancang sesederhana mungkin untuk memberikan kesan lebih menarik, agar pengunjung lebih merasakan keindahan dan kenyamanan.
- Lokasi pemancingan
Tempat ini dibuat untuk para wisatawan yang mempunyai minat untuk memancing sebagai pengisi waktu luang.
- Arena bermain
Dirancang untuk tempat permainan anak – anak dimana mereka dapat menikmati panorama yang ada di pentadio resort, disini disediakan sepeda air, ayunan dan lain – lain
- Sepeda air
Selain kolam renang, disediakan juga kolam untuk sepeda air. tempat ini dirancang sedemikian rupa untuk para wisatawan yang ingin bermain sepeda air.
- Kolam air panas
Khusus untuk berendam air panas mengandung belerang yang berada ditempat terbuka.
- Karaoke
Bagi para wisatawan yang ingin berkaraoke, disediakan tempat untuk menyalurkan hobinya dibidang tersebut.
- Gedung pertemuan
Gedung ini disediakan untuk para pengunjung/wisatawan yang ingin mengadakan acara informal/pertemuan, seminar, yang dilengkapi dengan peralatan sound system, meja rapat dan panggung.
Pada awalnya obyek wisata pentadio resort ini dikelola oleh pihak swasta dalam hal ini ”mega zanur” Group yang selanjutnya dikelola/diserahkan ke bapak Jen Akib Bobihoe sebagai pengelola yang pada akhirnya dikembalikan/dikelola oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo sampai sekarang. Hal dilakukan oleh pihak swasta karena melihat kondisi yang kurang memberikan kontribusi bagi pengelolanya.
B. Deskripsi Variabel
1. Analisis Pengembangan Obyek Wisata
Kondisi yang terjadi pada obyek wisata Pentadio Resort bahwa pengembangan yang selama ini dilakukan belum menunjukkan kemajuan baik dari segi pengembangan fasilitas, Sumber Daya Manusia maupun pengembangan produk wisata sehingga belum dapat meningkatkan jumlah pengunjung. Hal ini dapat menyebabkan bertambahnya beban pemerintah dimana tanggung jawab terhadap pengembangan obyek tersebut sangat membutuhkan perhatian dan langkah-langkah strategis dari pihak pemerintah sebagai pengelola. Adapun upaya-upaya Pengembangan obyek wisata Pentadio Resort yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo meliputi : pengembangan fasilitas, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta peningkatan kualitas layanan maupun aktifitas kepariwisataan.
Dalam proses pengembangan obyek wisata ini, Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo mengalami berbagai kendala antara lain dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) dimana masih kekurangan tenaga – tenaga profesional, kemudian dari segi pendanaan dalam hal ini dana yang digunakan masih kurang karena dana ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan juga proses untuk mendapatkan dana ini masih sulit karena harus melalui birokrasi terlebih dahulu, oleh karena itu pengembangan yang dilakukan sering mengalami keterlambatan, sehingga untuk saat ini hanya beberapa fasilitas saja yang dapat dikembangkan. Begitu juga untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengembangan produk wisata belum dapat dilakukan secara maksimal, hal ini disebabkan oleh kurangnya dana yang di alokasikan untuk pengembangan obyek wisata.
Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo dalam hal pengembangan obyek wisata pentadio resort yaitu mengajukan program pembangunan 2010. Program pengembangan yang akan dilakukan antara lain yaitu: menambah fasilitas, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak, dan menyediakan produk wisata seperti mengadakan atraksi-atraksi wisata, menyediakan souvenir dan lain sebagainya.
2. Analisis Tingkat Kunjungan Wisatawan Pada Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo
Untuk menganalisa apakah pengembangan obyek wisata mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo, maka perlu di analisa terlebih dahulu banyaknya wisatawan yang berkunjung pada selang waktu 2004-2008 seperti yang nampak berikut ini.
Table 1. Data Tingkat Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo Dari Tahun 2004-2008.

TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN
(ORANG)
PERKEMBANGAN
(100 %)
MANCANEGARA
2004
2005
2006
2007
2008 106
27
12
27
30 -
(74,5)
(55,6)
55,6
10
N = 5 202
Sumber Data : Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo, 2009
Sesuai dengan tabel 1 diketahui bahwa jumlah kunjungan pada tahun 2004 yaitu sebanyak 106 orang kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 27 orang, pada tahun 2006 turun lagi menjadi 12 orang, pada tahun 2007 naik menjadi 27 orang, sedangkan pada tahun 2008 naik menjadi 30 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Gambar 2. Tingkat Kunjungan Wisatawan Mancanegara






Wisatawan mancanegara yang berkunjung di obyek wisata ini masih kurang hal ini disebabkan oleh kurangnya promosi yang dilakukan ditingkat internasional.
Table 2. Data Tingkat Kunjungan Wisatawan Domestik di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo Dari Tahun 2004 - 2008.

TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN
(ORANG)
PERKEMBANGAN
(%)
DOMESTIK
2004
2005
2006
2007
2008
38.312
43.990
10.254
12.508
12.307 -
14,8
(76,7)
22
(1,6)
N = 5 117.371
Sumber Data : Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo, 2009
Dilihat dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan wisatawan domestik pada tahun 2005 naik 14,8 %, pada tahun 2006 turun menjadi 76,7 %. Kemudian pada tahun 2007 naik 22 %, sedangkan pada tahun 2008 turun menjadi 1,6 %. Tabel diatas dapat juga dijelaskan melalui grafik berikut ini :
Gambar 3. Tingkat Kunjungan Wisatawan Domestik








Tingkat kunjungan wisatawan domestik di pentadio resort mengalami penurunan karena sudah banyak obyek wisata yang sejenis antara lain obyek wisata Taluhu barakati, Lombongo dan lain sebagainya. Kunjungan ke obyek wisata bagi sebagian orang masih dianggap sebagai sebuah kegiatan yang membutuhkan dana yang cukup besar/mahal dan juga hal tersebut belum membudaya dimasyarakat gorontalo.
Table 3. Data Tingkat Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara di Pentadio Resort Kabupaten Gorontalo Dari Tahun 2004-2008.
TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN
(ORANG) JUMLAH
(ORANG) PERKEMBANGAN
(%)
MANCANEGARA DOMESTIK
2004
2005
2006
2007
2008 106
27
12
27
30 38.312
43.990
10.254
12.508
12.307 38.418
44.017
10.266
12.535
12.337 -
14,6
(76,7)
22,1
(1,6)
N = 5 202 117.371 117.573
Sumber Data : Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo, 2009
Angka-angka tersebut di atas meningkat dan juga menurun dimana pada tahun 2004 tingkat kunjungan wisatawan yang terdiri dari wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yaitu berjumlah 38.312 orang selanjutnya pada tahun 2005 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 44.017 orang atau naik sekitar 14,89 %. Namun pada tahun 2006 tingkat kunjungan wisatawan mengalami penurunan yaitu 10.266 orang atau turun sekitar 76,68 % kemudian pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 12.535 orang atau naik 22,10 % dan pada tahun 2008 tingkat kunjungan wisatawan menuruan menjadi 12.337 orang (1,57%). total jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2004-2008 yaitu berjumlah 192.929 orang. jumlah pengunjung tertinggi pada tahun 2005 (44.017 orang) dan terendah pada tahun 2006 (10.266 orang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 4. Tingkat Kunjungan Wisatawan Domestik Dan Juga Mancanegara.










Di tahun 2004-2005 tingkat kunjungan wisatawan meningkat karena pada saat itu obyek wisata pentadio resort masih baru dan belum lama diresmikan sehingga banyak yang berkunjung, kemudian di tahun 2006-2008 tingkat kunjungan wisatawan mengalami penurunan karena pengembanganya kurang diperhatikan dan juga disebabkan oleh banyaknya saingan dalam hal ini obyek wisata yang sejenis.

C. Pembahasan
a. Pengembangan obyek wisata yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo meliputi :
 Pengembangan fasilitas
Diantara beberapa fasilitas yang telah disebutkan diatas ada beberapa jenis fasilitas yang berusaha untuk dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo, antara lain:
- Kolam renang bertaraf internasional
Sebelumnya di objek wisata pentadio resort telah dibangun sarana kolam renang akan tetapi belum memenuhi standar internasional, baik dalam hal ukuran maupun kedalaman kolam renang. Hal ini juga merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan fasilitas objek wisata pentadio resort sebab kolam renang merupakan salah satu sarana yang ada pada pentadio resort yang banyak disukai oleh wisatawan, jadi sangat penting untuk memperhatikan kondisi dari kolam renang tersebut. Jadi dalam mengembangkan fasilitas kolam renang yang ada, pentadio resort dibawah pengawasan langsung Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo, melakukan pengembangan fasilitas kolam renang dengan cara memperluas dan menambah kedalaman area kolam renang yang ada.
- Lokasi pemancingan
Pengembangannya dilakukan dengan cara menyediakan kolam khusus pemancingan.
- Arena permainan anak – anak
Pengembangannya dilakukan dengan cara memperbaiki peralatan yang sudah rusak dan juga menambah peralatan bermain.
 Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di pentadio resort, maka Dinas Pariwisata Kabupaten Gorontalo mengikutkan pegawai maupun karyawan pada pelatihan - pelatihan tentang kepariwisataan dan juga memberikan pembimbingan terhadap pegawai / karyawan yang bekerja di obyek wisata pentadio resort. Pelatihan ini bertujuan untuk menjadikan karyawan sebagai tenaga – tenaga profesional.
 Strategi pemasaran dan pengembangan produk wisata.
Untuk menarik perhatian para wisatawan, strategi pemasaran dan pengembangan dilakukan dengan cara mengembangkan berbagai macam produk wisata seperti pelayanan terhadap para wisatawan yaitu Aksebilitas yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan wisata seperti organisasi kepariwisataan (travel agent), bagi pengunjung yang baru dipandu untuk menuju obyek wisata dan Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan, dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan.
b. Tahun 2004 jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 38.418 orang, hal ini disebabkan karena tahun 2004 adalah awal berdirinya pentadio resort Kabupaten Gorontalo, sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung ketempat ini. Selanjutnya pada tahun 2005 jumlah kunjungan meningkat yakni sebanyak 44.017 orang hal ini disebabkan karena wisatawan ingin berkunjung untuk melihat fasilitas yang dibangun walaupun belum secara keseluruhan dapat difungsikan. Pada tahun 2006 tingakat kunjungan wisatawan menurun menjadi 10.266 orang hal ini disebabkan karena wisatawan domestik maupun mancanegara sudah mulai jenuh untuk berkunjung ke gorontalo khususnya pentadio resort karena dengan berbagai kebijakan yang diambil seperti dalam hal penggunaan fasilitas yang ada di dalam pentadio resort dikenakan biaya yang mahal. Pada tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan naik sebanyak 12.535 orang, hal ini disebabkan karena fasilitas yang ada sudah banyak difungsikan. Pada tahun 2008 tingkat kunjungan wisatawan menurun yakni 12.337, hal ini disebabkan banyaknya tempat - tempat wisata yang sejenis, dimana orang berfikir bahwa untuk apa jauh-jauh ketempat wisata yang lain, sedangkan ada tempat wisata yang sejenis yang dekat dengan tempat tinggal.
c. Prospek tingkat kunjungan wisatawan 5 (lima) tahun mendatang
Dengan melihat hasil analisis tingkat kunjungan wisatawan di pentadio resort 5 tahun kedepan yang mengalami penurunan, Dimana tahun 2009 tingkat kunjungan wisatawan di pentadio resort diramalkan akan mengalami penurunan sebanyak 1.578, tahun 2010 kunjungan wisatawan akan mengalami penurunan sebanyak 9.943 orang, tahun 2011 tingkat kunjungan diramalkan akan turun sebanyak 18.307 orang kemudian pada tahun 2012 akan turun sebanyak 26.671 orang dan untuk tahun 2013 diramalkan menurun menjadi 35.036. berarti bahwa pengembangan untuk prospek kedepan harus dapat ditingkatkan. Ramalan peningkatan tingkat kunjungan wisatawan dipentadio resort Kabupaten Gorontalo untuk kurun waktu yang akan datang dapat dicapai apabila :
1) Melakukan promosi dan kerjasama dengan pihak swasta dalam hal pemasaran dan pengembangan obyek wisata;
2) Adanya jaminan pelayanan yang baik dalam hal peranan pengelola obyek wisata pentadio resort, harus bersikap ramah dan memenuhi kebutuhan para wisatawan;
3) Jaminan pemeliharaan dan perawatan segala sarana dan prasarana yang dapat menunjang para wisatawan yang berkunjung di obyek wisata pentadio resort dan mempertahankan agar pengunjung dapat merasa betah untuk berlama-lama di obyek wisata pentadio resort.
4) Adanya kemudahan bagi para investor baik dari segi aturan dan kebijakan maupun dalam pembebanan biaya pengelolaan serta memberikan kesempatan dan kebebasan kepada investor untuk melakukan berbagai upaya inovatif demi kemajuan obyek wisata Pentadio Resort.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap masalah maka dapat ditarik beberapa simpulan yaitu :
1. Bahwa tingkat kunjungan wisatawan mengalami penurunan, dimana jumlah pengunjung tertinggi pada tahun 2005 (44.017 orang) dan terendah pada tahun 2006 (10.266 orang). Hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan pemerintah daerah dalam hal ini dinas pariwisata, kebudayan, komunikasi dan informatika sebagai pengelola dalam hal pendanaan, sumber daya manusia serta belum adanya kerjasama dengan pihak swasta.
2. Prospek tingkat kunjungan wisatawan di pentadio resort Kabupaten Gorontalo dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang diramalkan akan terjadi trend penurunan rata-rata 8.364,4 kali setiap tahunnya. Hal tersebut didasarkan pada kondisi saat ini dimana pengelolaanya masih oleh pemerintah.
B. Saran
Pentadio resort adalah salah satu obyek wisata andalan Provinsi Gorontalo khususnya Kabupaten Goronalo, maka untuk dapat lebih meningkatkan pamornya serta untuk lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung, pemerintah diharapkan :
1. Dapat melakukan upaya-upaya konkrit dalam mempromosikan obyek wisata tersebut baik melalui media-media maupun melalui kerjasama dengan biro-biro perjalanan wisata di Indonesia.
2. Dapat bekerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan obyek wisata tersebut atau bahkan dapat memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengelola obyek wisata pentadio resort dengan lebih profesional.
3. Memberikan kemudahan-kemudahan kepada pihak swasta baik dari segi perijinan, pajak maupun kebebasan untuk berinovasi.
4. Bagi masyarakat diharapkan dapat menjaga kelestarian obyek wisata serta dapat berpartisipasi dalam hal pengembangan obyek wisata agar dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan.










ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DAN PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ( THE TOURISM OF DEVELOPMENT ) TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN WISATAWAN
DI PENTADIO RESORT
KABUPATEN GORONTALO








(Studi Kasus di Kabupaten Gorontalo)
OLEH
KELOMPOK I
MEIKEL POGALAD, SKM Dr. SILVANA SONDAK EDWIN NANI, SKM
MOHAMAD K. YUNUS, SKM Dr. YENNY UTIARAHMAN TRIYANTI HUNOWU, SKM
MOH. SYARIEF HIDA, SKM ANENG, SKM R. BUDIONO SUTODJO, SKM
SUDIRMAN ADU, S.Pd,SKM HALIMA PODUNGGE, SKM YUSRIANTO UTINA, S.Pd
HARSON AHUDULU, SKM

DOSEN
DR. PAULINE WIDYAWATI, MM, MMKES
PROGRAM PASCA SARJANAMAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN ”IMNI” JAKARTA

INSTITUT MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA
GORONTALO
2009
DAFTAR PUSTAKA


Assauri Sofian, 2002, Manajemen Pemasaran, cetakan ketujuh, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Arsyad Lincolin, 2001, Marketing, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Assael H, 2000, Manajemen Pemasaran, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Boyld, Walker, Larreche, 2000, Retail Modern Market”, Penerbit PT. Pustaka Utama, Jakarta.

Haward, 2001, The Political Economy of Japanes Distant Fisheries

Kodyat, H. 2003, Kamus Parawisata dan perhotelan, PT. Pustaka Binawan Presindo

Kotler, Kevinlane, 2000, Manajemen Pemasaran (Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian). Jilid I, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta

Marpaung, Bahar, 2000, Pengantar Ilmu Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Mason, Poewarto, 2000, Manajemen Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Nanawi, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Pendit S, 2003, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Sederhana, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Radiosunu, 2001, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Analisis, Edisi Kedua, Penerbit BPFE, Yogyakarta

Swastha, Handoko T. Hani, 2000, Manajemen Pemasaran (Analisa Perilaku Konsumen, Edisi Pertama Penerbit BPFE, Yogyakarta

Supranto, 2001, Riset Pemasaran, Penerbit BPFE, Yogyakarta

Stanton, 2001, Prinsip Pemasaran, Jilid 1 edisi ke 7, PT. Damar Mulia Pustaka

Stanton, 2002, Fundamental of Marketing, PT. Damar Mulia Pustaka

Siswanto, 2001, Manajemen Pemasaran, PT. Pustaka Binawan Presindo

Sumarni, Murti, Soeprianto, John. 2002, Pengantar Bisnis ( Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, Edsi ke 5 Penerbit Liberti, Yogyakarata

Sung, Mappi, 2001, Cakrawala Pariwisata, Sucitra Pustaka, Jakarta

Soekapijo, R.S, 2002, Anatomi Pariwisata, Jakarta Gramedia.

Spillanne, James J, 2001, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya”. Yogyakarta Kanisius

Siagian, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi aksara Jakarta.

Stewart, 2002, Marketing, Penerbit PT Alex Media Komputindo, Jakarta

Suwantoro, 2007, Pariwiwisata, Edisi Pertama Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta

Umar, 2005, Manajemen Sumbaer Daya Manusia, PT Bumi Aksara Jakarta.

Wahab S, 2002, Manajemen Keparawisataan, Penerbit PT. Paradnya Paramida, Jakarta

Yoeti, 2000, Tours And Travel Manajemen, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta

Yoeti, 2001, Pengantar Ilmu Pariwisata, Penerbit Angkasa, Bandung

Yoeti, 2002, Perencanaan dan pengembangan Pariwisata, Cetakan pertama Pradnya Paramita, Jakarata













DAFTAR ISI
Halaman
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Masalah Pokok 3
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..... 5
A. Pengertian Manajemen Pemasaran 5
B. Pengertian Pemasaran 9
C. Pengertian Pariwisata 12
D. PengertianKepariwisataan.......................................................................... 15
E. Pengertian Obyek dan Daya Tarik Wisata.................................................. 16
F. Pengertian Wisatawan................................................................................. 17
G. Pengembangan Obyek Wisata (The Tourism Of Development)…………. 17
BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 22
A. Kerangka Konseptual 22
B. Hipotesis 24
BAB IV : METODE PENELITIAN..................... 25
A. Obyek Penelitian......................................................................................... 25
B. Identifikasi Variabel dan Devinisi Operasional Variabel........................... 25
C. Metode Pengumpulan Data………………………………………………. 26
D. Jenis dan Sumber Data…………………………………………………… 26
E. Metode Analisis………………………………………………………….. 27
BAB V : ANALISA DAN PEMBAHASAN......................................................... 31
A. Hasil Penelitian................................................................................. 31
B. Pembahasan........................................................................................... 42
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 47
A. Kesimpulan................................................................................................. 47
B. Saran........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA

TESIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN ORANG LANJUT USIA

TESIS
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN ORANG LANJUT USIA








(Studi Kasus di Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara)
OLEH
MEIKEL POGALAD
NPM. 09103040138
DOSEN
DR. H. TAUFIQ RACHMAN, SH,MH,MM
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN ”IMNI” JAKARTA

INSTITUT MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA
GORONTALO
2009
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan ............................................................................................................... i
Sampul Dalam.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia............................................................................................................ 10
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia...................................................................................... 12
2.1.2 Kebutuhan Hidup Lanjut Usia .......................................................................... 11
2.2 Faktor Kesehatan.................................................................................................. 14
2.2.1 Kesehatan Fisik ................................................................................................. 14
2.2.2 Kesehatan Psikis ............................................................................................... 15
2.3 Faktor Ekonomi ................................................................................................... 16
2.3.1 Pendapatan......................................................................................................... 16
2.3.2 Kesempatan Kerja.............................................................................................. 18
2.4 Faktor Sosial......................................................................................................... 20
2.4.1 Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia.................................................................... 20
2.4.2 Tradisi di Indonesia........................................................................................... 21
2.4.3 Pola Tempat Tinggal ......................................................................................... 23
2.4.4 Dukungan Keluarga dan Masyarakat ................................................................ 23
2.5 Kemandirian ........................................................................................................ 25
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian........................................................................... 28
3.2 Hipotesis............................................................................................................... 31
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian............................................................................................ 32
4.2 Populasi ………………………........................................……………………… 32
4.3 Variabel Penelitian................................................................................................ 32
4.3.1 Kemandirian Usia Lanjut .................................................................................. 33
4.3.2 Faktor Kondisi Kesehatan ………….........................................……………… 33
4.3.3 Faktor Kondisi Ekonomi ……………….........................................………….. 34
4.3.4 Faktor Kondisi Hubungan Sosial ……….........................................…………. 34
4.4 Instrumen Penelitian............................................................................................. 35
4.4.1 Validitas Instrumen Penelitian........................................................................... 35
4.4.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian ...................................................................... 36
4.5 Waktu Penelitian .................................................................................................. 37
4.6 Prosedur Pengambilan/Pengumpulan Data........................................................... 37
4.7 Teknik Analisis Data............................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 76





















BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985: 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut.
Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :
(1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit,
(2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati,
(3) perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
(4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun ke atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen (Wirakartakusumah : 2000)
Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997).
Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah : 2000).
Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna , karena mereka tidak dapat bereproduksi lagi. Inti dari kewanitaan adalah keberhasilan seorang wanita untuk mengisi peranannya sebagai seorang ibu dan seorang istri (Saparinah, 1991). Dengan asumsi tersebut menopause merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita.
Pada umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain:
(1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit
(2) Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah
(3) kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak
(4) Meninggalnya pasangan hidup
(5) Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja
(6) Anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri. Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri.
Kondisi kesehatan mental lanjut usia pada umumnya lanjut usia tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, mereka mengeluh mengalami gangguan tidur. Mereka merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat kawatir terhadap keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi dalam urusan di masyarakat kurang aktif (Suryani, 1999). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental lanjut usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi, yang menyebabkan orang lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kondisi sosial yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat.
Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka dituntut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Sedangkan penghasilan mereka antara lain dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga. Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah. Tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas. Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga, kerabat atau orang lain. Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada dalam lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia tidak mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan pemerintah
Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan . Upaya untuk mencari pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi, penampilan menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada umumnya 25 – 30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan pencari kerja yang sudah lanjut usia yang pada umumnya berpendidikan rendah, menurut Wirakartakusumah (2000) sekitar 52,5 persen dari 13,3 juta lansia tidak pernah sekolah, tidak tamat SD sekitar 27,8 persen atau 3,7 juta orang , sehingga dengan demikian 80 persen lansia berpendidikan SD ke bawah dan tidak memenuhi beberapa persyaratan yang dikehendaki perusahaan/industri maka membuat tenaga kerja lanjut usia semakin tersingkir dari dunia kerja yang diharapkan. Kurangnya pasaran kerja, membuat mereka tidak mampu bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dan berpendidikan. Disamping itu menurunnya kondisi fisik yang tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang memegang prinsip efektifitas dan kualitas serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh. Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan semakin banyak, dan lanjut usia semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin tergantung pada generasi muda di jaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan.
Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisikondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia pada umumnya adalah : (1) Menurunnya daya tahan fisik (2) Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya prestise (3) Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua (5) Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar, (6) Kurangnya dukungan dari keluarga lanjut usia (7) Pola tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang hidup di rumah sendiri, tinggal bersama dengan anak /menantu, dan tinggal di panti werdha. Dengan permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti memilih permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan lanjut usia tersebut maka rumusan masalah dari pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia adalah :
1. Apakah faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi hubungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian orang lanjut usia?
2. Faktor yang manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap kemandirian orang lanjut usia?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor kesehatan, ekonomi, dan hubungan sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia
2. Menganalisis faktor yang manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap kemandirian orang lanjut usia.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan penelitian tentang lanjut usia
2 Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi lanjut usia untuk mengatasi persolan-persoalan hidup lanjut usia agar mereka dapat hidup mandiri.
3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pra lansia untuk mempersiapkan diri sebelum masa lanjut usia tiba agar mereka bias mandiri di usia lanjut
4 Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian lanjut usia berikutnya.











BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanjut Usia
Tinjauan Lanjut usia akan dikaji tentang pengertian lanjut usia dan kebutuhan-kebutuhan hidup orang lanjut usia.
2.1.1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan social yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997)
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia

2.1.2. Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:
(1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
(2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya
(3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya
(4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan
(5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000).
Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya
2.2. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia
2.2.1. Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu ( Prasetyo,1998).
Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban. Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik.
Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
2.2.2. Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya


2.3. Faktor Ekonomi
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997).
Golongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.
2.3.1. Pendapatan
Pendapatan orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya bekerja , mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi, 1995).
Upah/gaji sebagai imbalan dari hasil kerja para lanjut usia tidaklah tinggi. Data hasil Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996 memperlihatkan bahwa upah yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 300.000,- per bulan (Wirakartakusuma,2000). Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia yang bekerja relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak berarti lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia perdesaan. Adanya upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan finansial dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan.
Tingkat pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik . Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.


2.3.2. Kesempatan Kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain Saat ini ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran lanjut usia akan semakin banyak . Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada di kota. Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0% , sisanya berada disektor jasa 17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor lainnya relatif kecil 1%. Seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki lanjut usia tidak lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam kebijakan – kebijakan pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda . Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih berkeinginan untuk bekerja.
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia ( Hurlock, 1994) : (1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut usia (4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.
2.4. Faktor Hubungan Sosial
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.


2.4.1. Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda . Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial.
Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut Sri Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial : (1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan di pihak lain.
Lebih lanjut dikatakan oleh Soerjono Soekamto ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi. Berkomunikasi dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi seorang yang lebih sensitif , mudah tersinggung sehingga sering menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif dan terarah.

2.4.2. Tradisi di Indonesia
Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil.. Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan , dan kaya pengetahuan. Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun sebetulnya banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal
Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia adalah sikap suka memberi . Memberi adalah suatu bentuk komunikasi manusia. Dengan hubungan itu manusia memberikan arti kepada dirinya, dan juga kepada sesamanya (Sumarjo,1997).
Dasar perbuatan memberi adalah cinta kasih , perhatian, pengenalan, dan simpati terhadap sesama. Itu berarti seseorang perduli kepada orang lain dan ingin menolong orang lain untuk mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat memberi kepada orang lain/generasi muda dalam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga perbuatan, selain memberikan apa yang dimiliki
2.4.3. Pola Tempat Tinggal
Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah (Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya menunjukkan masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita, menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%), dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%.
Hasil temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat lanjut usia di Sumatera , khususnya di pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal dalam keluarga luas.
Menurut Rudkin (1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibanding dengan lanjut usia yang tinggal dengan keluarganya

2.4.4. Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Bagi lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang diambil oleh peneliti terhadap lanjut usia berusia 50, 60 dan 70 tahun di kelurahan Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lanjut usia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek, dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, dimana setiap gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing . Akan tetapi keluarga dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu dimana perbedaan faktor generasi memegang peranan
Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo ( 1998 ), yaitu jaringan-jaringan informal, system pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial. Dukungandukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian, gereja, atau perkumpulan warga lansia setempat.
Sumber-sumber dukungan-dukungan informal biasanya dipilih oleh lanjut usia sendiri. Seringkali berdasar pada hubungan yang telah terjalin sekian lama. Sistem pendukung formal terdiri dari program Keamanan Sosial, badan medis, dan Yayasan Sosial. Program ini berperan penting dalam ekonomi serta kesejahteraan sosial lanjut usia, khususnya dalam gerakan masyarakat industri, dimana anak-anak bergerak menjauh dari orangtua mereka. Kelompok-kelompok pendukung semiformal, seperti kelompok-kelompok pengajian, kelompokkelompok gereja, organisasi lingkungan sekitar, klub-klub dan pusat perkumpulan warga senior setempat merupakan sumber-sumber dukungan sosial yang penting bagi lanjut usia. Lanjut usia harus mengambil langkah awal untuk mengikuti sumbersumber dukungan di atas. Dorongan, semangat atau bantuan dari anggota-anggota keluarga, masyarakat, sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenis-jenis bantuan informal, formal, dan semiformal apa sajakah yang tersedia bagi lanjut usia yang terkait pada masa lampaunya.
2.5. Kemandirian
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur /pikun atau mengidap berbagai penyakit . Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto 2002).
Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota . Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima . Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 ( Hardywinoto :1999) yang menyatakan bahwa mental yang sehat / mental health mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk (2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima (4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8) Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.
Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya (self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (6) aktif dan (5) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.
Poerwadi mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri (2001 : 34). Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu



















BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Hal yang lebih penting dari berlangsungnya proses menua adalah respon atau reaksi seseorang terhadap kondisi pribadinya agar mereka dapat mandiri. Seorang lanjut usia sering masuk dalam masalah-masalah kehidupan karena mereka tidak mandiri, sehingga harus dikaji secara menyeluruh beberapa faktor yang menyebabkan lanjut usia tidak mandiri, yaitu faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial mereka. Dengan harapan setelah diketahui faktor yang menyebabkan mereka tidak dapat mandiri pemerintah, keluarga , masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan treatment yang sesuai yang dibutuhkan oleh mereka sehingga dapat menimbulkan semangat baru di usia senja.
Faktor kesehatan yang akan dikaji meliputi kesehatan fisik dan psikis. Faktor kondisi kesehatan baik kondisi fisik maupun kondisi psikis berpengaruh pada kemandirian. Faktor kesehatan memegang peranan penting bagi seseorang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dengan kesehatan yang prima segala aktivitas dapat dikerjakan dengan mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Faktor kondisi ekonomi meliputi pekerjaan, penghasilan, dan pemenuhan hidup sehari-hari. Kondisi ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bagi lansia misalnya kebutuhan makan, pakaian, kesehatan dan rekreasi. Masalah yang umum terjadi pada lansia adalah penghasilan yang mereka peroleh. Pada umumnya penghasilan yang diperoleh orang lanjut usia adalah rendah sehingga untuk memenuhi kebutuan hidupnya sehari-hari mereka masih memerlukan bantuan orang lain seperti anak, keluarga, teman, orang lain, pemerintah atau lembaga sosial lainnya. Faktor ekonomi sangat besar peranannya terhadap kamandirian lanjut usia. Dengan ekonomi yang mapan segala kebutuhan lanjut usia akan terpenuhi, misalnya kebutuhan sandang, pangan, perumahan, dan kesehatan, rekreasi dan sosial. Terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia akan menjadikan lanjut usia sejahtera.
Faktor kondisi sosial yang meliputi hubungan sosial antara lanjut usia dengan anak-anaknya, keluarga, masyarakat dan keikut sertaan mereka dalam berbagai organisasi. Orang lanjut usia memerlukan dukungan dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan perkumpulan sosial lainnya agar mereka bisa mandiri. Keikut sertaan orang lanjut usia dalam kegiatan organisasi sosial dan organisasi khusus orang lanjut usia akan menimbulkan kemandiriannya. Jika tidak ada dukungan dari berbagai pihak diatas maka orang lanjut usia tidak akan mandiri. Mereka akan tergantung pada orang lain dalam hal bersosialisasi.
Faktor kondisi kesehatan , ekonomi dan sosial akan berpengaruh secara bersama-sama terhadap kemandirian orang lanjut usia. Faktor kesehatan dapat menunjang aktivitas ekonomi dan aktifitas sosial lanjut usia. Dengan kesehatan yang prima aktivitas apapun akan dapat dilaksanakan seperti bekerja atau melakukan hubungan sosial. Demikian juga dengan kondisi ekonomi . Dengan kondisi ekonomi yang baik segalal kebutuhan lanjut usia akan terpenuhi, mulai dari kebutuhan dasar, kesehatan dan rekreasi. Hal ini dapat menunjang kemandirian orang lajut usia. Faktor hubungan sosial yang baik akan mempengaruhi kesehatan psikis lanjut usia. Hubungan sosial yang baik antara lanjut usia dengan masyarakat akan menimbulkan rasa aman dan tentram bagi lanjut usia, sehingga dapat membantu lanjut usia menjadi mandiri
Variabel independent Variabel dependent







3.2. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia, maka hipotesis penelitiannya adalah :
1. Faktor-faktor kesehatan, ekonomi, dan hubungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian orang lanjut usia.
2. Faktor kesehatan berpengaruh secara dominan terhadap kemandirian orang lanjut usia.